
Blog
Menkeu Otak-atik Pajak Emas Usai Lahir Bullion Bank, Ini 3 Poinnya

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani resmi merevisi aturan terkait pajak emas menyusul hadirnya kegiatan usaha bullion di Indonesia.
Ia menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 52 Tahun 2025 yang akan berlaku mulai 1 Agustus 2025 mendatang.
Beleid itu mengubah PMK Nomor 48 Tahun 2023 yang dirasa belum cukup menampung kebutuhan mengenai Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi emas pada kegiatan usaha bullion.
“Untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemudahan administrasi dalam pengenaan pajak penghasilan dari kegiatan usaha bulion,” bunyi poin pertimbangan beleid tersebut, dikutip Rabu (30/7).
Perubahan tersebut seluruhnya menyangkut Pasal 5. Pasal ini berisi pengecualian pungutan PPh Pasal 22 dalam transaksi penjualan emas perhiasan atau emas batangan.
Pertama, Pasal 5 Ayat (1) PMK Nomor 52 Tahun 2025 yang menegaskan kembali 3 pihak yang bebas dari PPh Pasal 22 dalam transaksi penjualan emas.
Ketiganya adalah konsumen akhir; wajib pajak yang dikenai PPh final atas penghasilan usahanya atau memiliki peredaran bruto tertentu yang sudah dikonfirmasi kebenarannya oleh Ditjen Pajak; serta wajib pajak yang punya surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22.
Kedua, perubahan pada Pasal 5 Ayat (2). Ada tambahan poin baru dalam huruf c menyusul hadirnya kegiatan usaha bullion di tanah air.
“Pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (4) juga tidak dilakukan atas penjualan emas batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) huruf b, oleh pengusaha emas perhiasan dan/atau pengusaha emas batangan: kepada lembaga jasa keuangan penyelenggara kegiatan usaha bulion yang telah memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan,” jelas Pasal 5 Ayat (2) huruf C.
Sementara, Pasal 5 Ayat (2) huruf a dan b tetap sama selayaknya beleid lama. Menkeu Sri Mulyani mengecualikan pungutan PPh dari transaksi emas kepada Bank Indonesia (BI) serta pasar fisik emas digital sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perdagangan berjangka komoditi.
Sedangkan poin penting ketiga dalam beleid ini adalah Pasal 5 Ayat (3). Isinya masih sama dengan PMK Nomor 48 Tahun 2023.
“Pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf a dan Ayat (2) dilakukan tanpa surat keterangan bebas pemotongan dan/atau pemungutan PPh,” tegas pasal tersebut.
Tidak ada perubahan tarif PPh emas dalam beleid terbaru yang diteken pada 25 Juli 2025 itu. Besarannya tetap mengikuti aturan lama dalam PMK Nomor 48 Tahun 2023.
Pasal 2 Ayat (5) PMK Nomor 48 Tahun 2023 menjelaskan besaran PPh Pasal 22 yang dipungut dalam transaksi ini adalah 0,25 persen dari harga jual emas perhiasan atau emas batangan.
Inti dari beleid anyar yang diterbitkan Sri Mulyani adalah membebaskan PPh dari penjualan pengusaha emas kepada bullion bank.
Dikutip dari : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20250730112345-532-1256624/menkeu-otak-atik-pajak-emas-usai-lahir-bullion-bank-ini-3-poinnya.